Selasa, 14 Desember 2010

Pendiri Adat Semende


1. a. Ratu Agung Umpu Eyang Dade Abang (Bapak Nur Qodim – Puyang Awak).
b. Puyang Awak Syaikh Nurqodim Al Baharudin
2. Puyang Mas Penghulu Ulama Panglima Perang dari Gheci Mataram Jawa.
3. Ahmad Pendekar Raje Adat Pagaruyung dari Minang Kabau (Sumatera Barat).
4. Puyang Sang Ngerti Penghulu Agama dari Tebing Rindu Ati Bangkahulu (Bengkulu).
5. Puyang Perikse Alam dari Lubuk Dendan Mulak Basemah.
6. Puyang Agung Nyawe.
7. Puyang Lurus Sambung Ati dari gunung Puyung Banten Selatan-Jawa Barat.
8. Tuan Kuase Raje Ulie Depati Penanggungan.
9. Puyang Lebi Abdul Kahar dari Pulau Panggung.
10. Tuan Mas Pangeran Bonang Muara Tenang.
11. Regan Bumi Nakanadin samewali Tanjung Raya.
12. Tuan Kecil dari Tanjung Laut.

Mengenai hasil keputusan yang di dapat, antara lain adalah munculnya rumusan kesepakatan ’Ulama mengenai tahapan waktu kaderisasi ummat dan masa tegaknya daulah Islam di Rumpun Melayu. Rumusan ini menggunakan bahasa melayu setempat yang tercatat sampai saat ini dan mengandung pesan yang amat kuat, yaitu ”Tujuh Ganti Sembilan Gilir”. Terjemahnya adalah tujuh generasi dan sembilan masa pergiliran Kesultanan”. Satu generasi adalah sekitar 40 tahun sehingga makna tujuh ganti adalah 280 tahun masa pengkaderan atau persiapan ummat ummat Islam untuk bangkit dan mengusir penjajah dari Eropa. Terbukti sekitar 300 tahun kemudian dari tahun 1650 penjajah belanda angkat kaki dari negeri ini. Kemudian Kesultanan Mataram sebagai pusat komunikasi dari kesultanan lain di rumpun melayu diberi batas amanah sampai ke 9 kepemimpinan untuk selanjutnya menegakkan Syariat Islam secara total.
Data mengenai ’Ulama yang hadir antara lain 40 ulama Malaka yang berangkat dari Johor, utusan Mataram Raden Seto dan Raden Khatib dan beberapa utusan lain dari Pagaruyung dan beberapa dari wilayah Rumpun Melayu lainnya. Lokasi Mudzakarah Ulama ini adalah di Dusun Perdipe (Para Dipo; para penghulu agama).
Demikianlah sekelumit data yang diperoleh, setelah dilakukan eksplorasi data literatur dan lapangan. Namun demikian segala sumber keterangan apabila bukan bersumber selain Al Qur-an akan ditemui ikhtilaf (perbedaan) seperti yang dijelaskanNya dalam Surah An-Nisa Ayat 82.
ŸŸ “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
Sedangkan pendapat ketiga yang termasuk peruli empat sebagai pendiri adat semende adalah;
1. Puyang awak
2. Puyang lebi
3. Puyang tuan
4. Puyang tuan kecik

Memperhatikan kenyataan ini bahwa adat semende memang diadakan untuk penerus generasi yang berbeda dengan adat lain. Yang memilki prinsif prinsif dasar kehidupan yang kuat bersandarkan pada nilai-nilai agama islam. Tentunya para pendiri ini memiliki dasar pertimbangan yang kuat sehingga menetapkan adat semende dengan tunggu tubang sebagai simbol keluarga ibarat suatu negara sebagai ibukotanya. Walaupun sebagian pihak masih meragukan bahkan menganggap adat semende bertentangan dengan hukum islam seperti penetapan ahli waris pada anak perempuan yang tertua. Sudah ada penulis lain yang mengangkat masalah kebeadaan islam di semende hanya saja belum dapat menjelaskan secara rinci dan mendasar kaitannya sehingga masih menimbulkan perbedaan persefsi. Untuk itu perlu konsolidasi dan kodifikasi kajian hukum adat semende secara kompreehensif sebagai pedoman untuk masa mendatang. menggali

Sebagai penerus masrayakat adat semende penulis berusaha meneliti dan menggali. Berbagai informasi dan pendapat penulis kumpulkan, walaupun terdapat berbagai pendapat. Rasa ingin tahu mendorong apa dan bagaimana sesungguhnya aasal semende.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar