Selasa, 14 Desember 2010

Suku Semende Gelar Upacara Adat


Masyarakat suku Semende dari berbagai daerah; Way Tenong (Lambar); Bukit Kemuning dan Tanjungraja (Lampura); Kasui (Way Kanan); Pagar Alam, Muara Enim, dan Palembang menggelar upacara adat (ritual) di Masjid Babus Salam, Simpang Mutar Alam, Kecamatan Way Tenong, Lampung Barat belum lama ini.
Upacara ritual yang disebut pangku peliare yaitu pembersihan benda pusaka serta doa bersama tolak bala masyarakat adat Semende itu dilaksanakan setiap 25 Muharam, di mana hari itu diyakini sebagai hari yang tenang.Upacara tersebut dihadiri Bupati Lampung Barat, Erwin Nizar, beserta rombongan dan camat setempat. Bahkan guna menggali budaya adat Semende, sehari sebelumnya ditempat yang sama, sekitar 300 orang berasal dari suku Semende mengadakan seminar dan diskusi panel dengan pembicara Drs. Ki. Thohlon Abdulraif (mantan dosen IAIN Palembang) dan Hi. Bujang Kornawi dari Perdipe (Besemah) dengan moderator, Al-Hajar (ketua DPRD Tanggamus).

Ketua panitia pelaksana, Al-Hajar, mengatakan selain mengadakan doa bersama untuk tolak bala itu, masyarakat adat Semende dari berbagai daerah tersebut melakukan upacara penyerahan benda pusaka Puyang Awak, yang selama ini dipegang Abidun (sembilan gilir) kepada H. Efendi Ari, selaku penerima pemangku benda pusaka masyarakat adat Semende yang berdiam di Mutar Alam, Way Tenong.
Penyerahan benda pusaka kepada Hi. Efendi Ari ini merupakan amanat Puyang Awak, yang mengaku telah menanam keturunan suku Semende. Benda pusaka itu dipegang pemangku benda pusaka selama tujuh ganti sembilan gilir, di mana sebelumnya benda pusaka itu berada di keturunan Abidun yang berada di Ulu Nasal, Bengkulu Selatan.
Adapun benda pusaka adat Semende itu berupa: sekin, buk panjang, buk pendek khotbah, pecahan batu penyanggah Hajar Aswat, cap stami, cap bulan temanggal, dan kain. Benda pusaka tersebut merupakan milik anak cucu Puyang Awak yang dititipkan kepada Abidun dengan ketentuan.
Pertama, benda pusaka itu harus ditempatkan di ulu Way Besai, di mana tempat tersebut akan menjadi permukiman baru bagi anak cucu Puyang Awak (penanam suku Semende), di mana tempat yang diadakan ritual kini (Masjid Babus Salam), yang merupakan masjid asli suku Semende.
Masjid tersebut, kata dia, sebelumnya dibangun tahun 1964 oleh alm. Nurdiyah selaku cucu Abidun. Bentuk dan ragam serta lambang matahari pembangunan masjid ini dilaksanakan berdasarkan petunjuk Puyang Awak sebagai tanda milik suku Semende, yang harus berpusat kepada penyebaran agama Islam.
Petunjuk dari pangku peliare (benda pusaka) itu, masyarakat Semende harus mengadakan ritual yang dipusatkan kepada upacara keagamaan di masjid.

1 komentar:

  1. Ass. minta tolong jelaskan sedikit masalah (((Tunggu Tubang))) adat semende.

    BalasHapus